Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Dalam Kajian Penelitian
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka \cite{Fajarini2014}. Menurut \cite{Saptomo2010} kearifan lokal adalah nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakan dan
telah melalui proses panjang sepanjang proses kelahiran masyarakat itu
sendiri. Kudus sebagai kota yang di dalamnya terdapat dua wali istimewa
yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria mempunyai nilai-nilai yang diyakini
dan dijalankan oleh sebagian besar masyarakatnya. Salah satu nilai-nilai
yang menjadi trade mark kota Kudus adalah gusjigang.
Kearifan lokal yang tumbuh di tengah masyarakat dijalankan secara
alamiah, tanpa paksaan ataupun keragu-raguan. Apabila hal ini
diintegrasikan kedalam materi pembelajaran maka kita tidak hanya
mengajarkan sesuatu hal secara teoritis saja, tetapi kita telah
mengajarkan sesuatu yang ada di kehidupan sehari-hari. Sebagai pengajar,
tentunya kita tidak hanya terfokus pada pembelajaran pengetahuan saja. \citet*{Ambarwangi2014} dalam penelitaanya menyatakan bahwa
pembelajaran budaya lokal berdasarkan tujuan pembelajaran yang dikaitkan
dengan kurikulum akan tercapai. Segala sesuatu yang terdapat dalam
kurikulum dapat dikaitkan denga nilai-nilai yang telah ada di lingkungan
masyarakat. Hal ini memudahkan setiap pengajar untuk memberikan sentuhan
kearifan lokal dalam setiap mata pembelajaran.
Tiga area dalam pembelajaran kearifan lokal pertama, yaitu
ontological manifestation adalah hal yang membuat kearifan lokal
diakui. Kedua, epistemological expression membangkitkan kesadaran
orang-orang untuk menemukan identitas, dan hidup kehidupan yang lebih
baik melalui pemikiran Nusantara, kearifan lokal, dan multikulturalisme.
Ketiga, axiological perspective menunjukkan hal-hal
seperti keselarasan, kebersamaan, moralitas, nasionalisme, semua yang
memperkuat pemikiran Nusantara dan kearifan lokal dalam kehidupan bangsa
dan negara \cite{Meliono2011}. Dari pernyataan di atas sangat jelas
terlihat bahwa kearifan lokal dapat menumbuhkan perilaku-perilaku yang
tidak hanya berkaitan dengan kompetensi (kemampuan) personal, tetapi
juga menunjukkan hal-hal yang berhubungan dengan interpersonal.
Salah satu penelitian menarik tentang pembelajaran Bahasa Asing dan
budaya pernah dilakukan oleh \citet{Choudhury2013} yang menyatakan bahwa
belajar bahasa asing tanpa mempelajari budaya hanya menghasilkan
seseorang yang berbicara dengan fasih tetapi tidak memahami konteks
sosial atau falsafah yang ada. Integrasi antara kearifan lokal dengan
materi pembelajaran akan menjadikan proses belajar dan pembelajaran
menjadi lebih variatif. Karena di setiap daerah di Indonesia mempunyai
kearifan lokal yang berbeda-beda yang bisa disesuaikan denga kondisi dan
situasi setiap daerah. Pemikiran Nusantara, kearifan lokal, dan
multikulturalisme sesuai dengan materi pengajaran bagi pemuda Indonesia,
karena ketigannya menunjukkan nilai seperti nasionalisme, keselarasan,
dan untuk membangun sebuah identitas moral \cite{Meliono2011}.
Adanya pengakuan terhadap kearifan lokal, tumbuhnya perilaku untuk terus
menjaga harmonisasi, kebersamaan, nasionalisme, tidak akan didapat
dengan cara pelatihan-pelatihan saja. Karena kearifan lokal tumbuh
bersama dengan berkembangnya sebuah masyarakat. Pembelajaran kearifan
lokal tidak hanya menunjukkan satu sisi kebudayaan saja, tetapi harus
menjadi cerminan bagi budaya-budaya ataupun kearifan lokal yang ada.
Pengintegrasian nilai kearifan lokal diharapkan dapat membentuk manusia
yang memiliki kemampuan komplit, karena tidak hanya memiliki kemampuan
hard skill saja tetapi mereka juga menjadi pribadi yang
mengaplikasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam keseharian mereka.