Apakah artikel ilmiah merupakan satu-satunya luaran riset?
Jawabnya adalah tidak. Jadi begini. Kita semua sadar bahwa makalah ilmiah adalah salah satu saja dari berbagai jenis output riset. Tapi sampai saat ini, makalah seolah masih menjad satu-satunya yang harus dikejar. Di sisi lain, berapa persen dari masyarakat Indonesia yang berkepentingan, yang membaca makalah. Terjadi distorsi yang sangat besar (lihat gambar di atas), ketika kita mengawali riset dengan proposal yang menggebu-gebu ingin berkontribusi ke masyarakat, yang kemudian diakhiri dengan “hanya” membuat sebuah dokumen yang pembacanya sangat “segmented” (tersegmentasi), hanya kalangan akademik saja.
Saat saya bertanya mengapa para peneliti tidak mengkomunikasikan hasil riset dengan cara yang lain? Banyak yang saya menjawab, “bahwa makalah peer reviewed adalah satu-satunya yang ditanya oleh Pemberi Dana (misal Dikti). Jadi kenapa harus repot membuat output yang lain”.
Di sisi lain, karena output itu yang dikejar dan kita semua tahu bahwa menerbitkan artikel di sebuah jurnal memerlukan waktu yang sering kali lintas tahun, maka peneliti mengakhiri proses riset dengan mengejar-ngejar penerbitan makalah. Proses riset tidak lagi menyenangkan. Saya punya konsep mengapa tidak melakukan kedua hal itu bersamaan. Melakukan diversifikasi hasil riset sejak awal mungkin bisa dilakukan.
Ilmu komunikasi saat ini sudah berkembang pesat, tapi kenapa hanya dunia pemasaran, dunia industri, dan dunia komersial yang memanfaatkannya? Bukankah riset juga perlu dipasarkan?
Apakah Anda setuju dengan ini? I leave the answer to you.
Seberapa pentingnya?
Sebelum kita masuk ke tujuan komunikasi kecendekiaan, kita coba lihat satu per satu beberapa pemangku kepentingan dan apa yang diharapkan oleh mereka.
1. Lembaga pendana
Ambil contoh Kemristekdikti. Jelas mereka punya kepentingan untuk diakui bawah mereka telah membiayai riset Anda. Publik harus tahu itu. Karena itu, penulis diwajibkan (dihimbau dengan sangat) untuk memasukkan nama lembaga pendananya (atau perorangan) di bagian `Acknowledgment`. Selanjutnya mereka juga punya kepentingan agar indikator kinerja mereka dapat tercapai, misalnya jumlah artikel yang dimuat dalam jurnal internasional bereputasi.
2. Peneliti
Peneliti atau penulis dalam hal ini pasti ingin hasil kerjanya diakui orang, dibaca, disitat, dan digunakan untuk kepentingan. Mereka pasti ingin masyarakat memahami apa yang telah mereka kerjakan. Tidak hanya masyarakat akademik dalam lingkup kecil, tapi juga masyarakat umum (awam).
3. Masyarakat (termasuk pemerintahan)
Saya berkesempatan punya banyak kolega di pemerintahan di Provinsi Jawa Barat. Setiap kali kami bertemu dan berdiskusi tentang permasalahan Jawa Barat, salah satu dari mereka pasti berkata, "Kampus Anda sudah mengerjakan apa?"
Masyarakat juga berhak untuk mengetahui berbagai hasil riset yang telah Anda lakukan. Untuk kalangan pembuat kebijakan, hasil-hasil telaah Anda sangat diperlukan oleh mereka. Tetapi sangat sedikit kalangan ini yang familiar dengan media kecendekiaan yang berbentuk jurnal, berkala dan sejenisnya. Kebanyakan akan lebih mencari informasi yang lebih ringkas, sederhana, dan langsung menjawab masalah. Media surat kabar (baik yang daring atau luring) adalah salah satu yang mereka cari.
Saya akan lanjutkan ke bagian 2 yang berisi:
- Apa yang perlu dilakukan oleh kalangan akademik agar hasil kajiannya dapat diketahui dan dipahami masyarakat luas?
- Perangkat apa saja yang diperlukan?
BAGIAN 2 Apa yang perlu dilakukan?
Berkomunikasi adalah yang perlu dilakukan. Lho, apakah sekarang belum dilakukan? Ya sudah dilakukan, tapi belum banyak yang melakukannya secara masif melalui beberapa saluran. Surat kabar adalah salah satunya. Tapi yang terjadi dengan menulis artikel di surat kabar adalah waktu. Penerbitan artikel di surat kabar yang bagus, pasti akan menunggu antrian. Sama kasusnya dengan penerbitan di jurnal ilmiah.